![]() |
Pintu Air Cinyemplak |
Karawang - SWARANDES - Bagi
petani padi di Karawang, air menjadi
sangat vital dan menentukan keberhasilan bertani, sehingga ketersediaan serta
distribusinya harus bagus sesuai dengan yang dibutuhkan.
Selama
ini sering terdengar keluhan petani yang kekurangan air atau sama sekali tak
mendapatkannya, yang mengakibatkan tanaman padi tidak bisa tumbuh dan
berkembang dengan baik, sepeti yang sedang terjadi di areal pesawahan di
Kecamatan Cilamaya Kulon.
Salah satu penyebab hal ini, pintu-pintu air yang
fungsinya membagi air dari saluran induk ke tersier hingga ke sawah-sawah tidak
berfungsi dengan baik, bahkan banyak yang sudah rusak berat dan tidak bisa digunakan sebagai mana mestinya. Upaya
yang dilakukan petani yaitu menggantinya dengan kayu atau balok agar air dapat naik ke
saluran tersier.
Haji
Ijang Supriadi, seorang petani asal Desa Pasirkamuning Kecamatan Telagasari
meminta pemerintah segera mempebaiki bendungan-bendungan air (bodeman) yang
rusak. Haji Ijang yang juga Ketua GAPOKTAN RESEP MAKAYA, menunjuk bodeman
Kalibuaya dan bodeman Cinyemplak sebagai bodeman yang sepertinya dibiarkan
rusak, sehinngga system pembagian air tidak normal. Tidak jarang karena
persoalan pembagian distribusi air yang tidak teratur menjadi bahan percekcokan
antar petani.
“Bodeman-bodeman
buatan Belanda itu belum pernah diperbaiki, bahkan terkesan dibiarkan rusak.
Padahal petani sangat berkepentingan dengan sistem pengaturan air yang
terkontrol baik dan juga adil. Ada oknum-oknum yang sering memanfaatkan kondisi
ini dengan melakukan tutup buka pintu air untuk kepentingan pihak-pihak
tertentu, yang sering mengakibatkan
perekcokan. Untuk mengatasi hal ini saya minta para pejabat pemerintah
memberikan perhatian serius pada persoalan ini ”. Demikian ungkapan Haji Ijang di “base camp” Kelompok Tani Resep
Makaya 1 (Rabu,21/08).
Di
tempat yang sama, tokoh tani lainnya, H.Endang mengkritisi pembangunan turap
yang banyak dilakukan pemerintah. Dia menyoroti pembangunan turap asal-asalan, sering
tidak efektif, kurang bermanfaat, karena tidak memperhatikan kualitas, cenderung menghambur-hamburkan uang.
“Contohnya turap di sawah saya itu tingginya
sih tinggi tapi ke bawahnya tidak digali, akhirnya yang di haji Ade roboh, yang
di sawah saya bocor-bocor, sampai saya buat galengan lagi, abisnya sawah saya
banjir terus. Begitu, pak, makanya itu jadi sarang tikus dan sulit
membasminya”, demikian ungkap Haji Endang yang akrab dipanggil Haji Endang
Karung.
Lebih
lanjut Endang Karung mengharapkan daripada uang Negara digunakan untuk membuat
yang tidak bermanfaat mendingan di arahkan untuk memperbaiki
bendungan-bendungan air yang rusak, memperbaiki system distribusi air.
Sampai
tulisan ini dipublikasi, belum ada konfirmasi hal tersebut pada pejabat-pejabat
terkait.