FIQIH WAKAF UANG (CASH) SEBUAH ISYARAT UMMAT MULAI BERANJAK DARI KEJUMUDAN BERFIKIR YANG BERSIFAT MADZHABY

Karawang 4/02/2021 --- Berita terkait wakaf uang (cash) sudah menjadi "puncak gunung emas" , demikian dalam pemberitaan di media mainstream alhamdulillaah. Meski masih ada yang berkomentar bahwa dalam kitab fiqih madzhab Syafei tidak dikenal wakaf uang, namun nada komentarnya sudah tidak bersifat defensif madzhabi dan hanya sebuah pernyataan datar saja, artinya ditingkat grass root pun resistensi terhadap gagasan waqaf uang itu sudah tidak ada, setidak tidaknya sudah berkurang, atau fanatik madzhab (ashobiyah madzhaby) itu sudah melunak. Dahulu di kalangan kaum sarungan masih sering terdengar doktrin anti talfeq (anti gonta ganti imam madzhab) sampai sampai penulis pernah membaca pernyataan atau kalimaat " من انتقل عزر" yang artinya: berangsiapa berpindah mdzhab maka harus di ta'zir (hukuman non hudud) saking ingin mempertahankan kelompok madzhabnya, padahal dalam ibadah sehari hari pun, dalam sholat misalnya, sesungguhnya praktek انتقال المذهب itu sudah biasa dipraktekkan. Ini sebuah pertanda adanya kemajuan berfikir di kalangan ummat Islam dalam memahami teks teks al Quran dan as Sunah. Dalam mengambil sikap hukum ummat Islam sudah tidak lagi berada dalam kungkungan atau bayang bayang pendapat Imam salah satu madzhab tertentu, dan kini telah terjadi pergeseran dari cara berfikir deduktif ke cara cara berfikir induktif. Cara berfikir deduktif menyebabkan kurang luwesnya berfikir karena selalu dalam bayang bayang imam madzhabnya. Sementara cara berfikir induktif memberikan keleluasaan berfikir dan terbebas dari belenggu teks teks madzhab. Padahal menurut Syeikh Sayyid Sabiq dalam Fiqh al-Sunnah bahwa pendapat yang kuat adalah dari Imam Syafi’I bahwa wakaf adalah menahan harta pewakaf (waqif) untuk bisa dimanfaatkan di segala bidang kemaslahatan dengan tetap melanggengkan harta tersebut sebagai taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah SWT. Bahkan Abu Tsaur, dari ulama Syafiiyyah juga, pernah meriwayatkan kebolehan wakaf dinar dan dirham (uang) dari Imam Syafi'i. Apalagi Indonesia juga sekarang telah memiliki UU No. 41/2004 tentang wakaf yang mendefinisikan wakaf sebagai "perbuatan hukum untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta milik wakif untuk dimanfaatkan selamanya atau dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah. Mengapa dahulu ulama sangat menekankan wakaf pada harta tak bergerak karena ada kekhawatiran tidak langgengnya harta yang diwakafkan oleh si wakif seperti yg dikhawati ustad Syafii antonio (fakar ekonomi Syariah). Sekarang kakhawatiran itu sudah mulai dijawab dengan lahirnya BWI (Badan Wakaf Indonesia) yang dipimpin oleh Professor M. Nooh yang ex Mendikbud di era pemerintahan SBY. Illat (alasan) kekhawatiran itu kini sudah tidak ada karena sudah adan badan yang ditunjuk yang bertanggungjawab penuh terhadap keamanan kelestarian harta yang diwakafkan. Prof. H. E. Syibli Sarjaya, LML. dalam pengukuhannya sebagai Guru Besar IAIN Maulana Jusuf Banten mengutif kaidah fiqhiyyah: كل ما يجوز به الإنتفاع يجوز به الوقف Yang artinya: setiap benda yg bisa diambil manfaatnya dapat diwakafkan. Ini sebuah kaidah yang lahir dari cara berfikir induktif yang penulis maksud di atas, yaitu sebuah kaidah yang lahir dari kemerdekaan berfikir sebagaimana terumuskan berikut ini: تحقيق القواعد تحقيقا منطيقيا وإقرارمايؤيده البرهان العقل والنقل منها لايتقيدون فى ذلك بمذاهب إمام ولا بحكم مأثورعنه فى فرع من الفروع. Apa yg telah dikutif oleh Prof H E. Syibli Sarjaya, LML. di atas adalah sebuah kaidah yang telah dirumuskan menurut kaidah kaidah logika (mantiqy) dengan ditopang dalil (petunjuk) yang bersifat aqly dan teks (naqly) tanpa terbelenggu dengan madzhab imam dan tidak pula dengan hukum hukum furu' yang telah ada. Insya Allaah Indonesia akan lebih maju dan sejahtera, aamiin Penulis : Drs Farid Ma'ruf,MA

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama