FORMULASI TEORI FUNGSIONALISME STRUKTURAL TALCOTT PARSONS

 Akhmad Rizqi Turama 

Universitas Sriwijaya a.rizqiturama@gmail.com

 Abstrak 

Artikel ini merupakan eksplorasi teoretik terhadap teori Fungsionalisme Struktural yang digagas oleh Talcott Parsons. Fungsionalisme Struktural memandang masyarakat sebagai suatu sistem yang terintegrasi secara fungsional ke dalam suatu bentuk ekuilibrium. Pendekatan fungsionalisme struktural ini timbul lewat cara pandang yang menyamakan masyarakat dengan organisme biologis. Pandangan ini merupakan pengaruh dari pandangan Herbert Spencer dan Auguste Comte yang menjelaskan bahwa adanya saling ketergantungan dan keterkaitan antara satu organ tubuh dengan organ tubuh kita yang lain, dan ini dianggap sama dengan kondisi masyarakat. Parsons dan pengikutnya telah berhasil membawa pendekatan fungsionalisme struktural ke tingkat perkembangannya yang sangat berpengaruh di dalam pertumbuhan teori-teori sosiologi hingga saat ini, namun pendekatan ini juga ternyata telah mengundang banyak perdebatan. Kata kunci: Talcott Parsons, Fungsionalisme Struktural, Sosiologi Sastra 

1. PENDAHULUAN 

Talcott Parsons merupakan anak dari Edward Smith Parsons dan Mary Augusta Parsons. Ayah Talcott Parsons adalah seorang pendeta dan profesor, lalu menjadi rektor di sebuah universitas kecil. Talcott Parsons lahir pada tanggal 13 Desember 1902 di Colorado dan meninggal pada tahun 1979 di Munchen. Tahun 1924 Talcott mendapatkan gelar sarjana muda dari Universitas Amherst dan menyiapkan desertasinya di London School of Economic. Tahun 1925 ia pindah ke Universitas Heidelberg, Jerman, dan menulis desertasinya yang sebagian memuat tentang pemikiran Weber. Ia baru mendapatkan jabatan profesor pada tahun 1939, lalu dua tahun setelah itu ia menulis sebuah buku yang berjudul The Structure of Social Action. Menjelang tahun 1960-an Parsons menerbitkan buku The Social System yang kemudian membawanya menjadi tokoh yang dominan dalam sosiologi Amerika. 

Dalam perkembangan pemikirannya ada tiga hal besar yang memengaruhi pendekatan sosiologis Parsons. Hal pertama adalah perhatian Parsons terhadap masalah kemanusiaan dalam lingkungan sosial masyarakat barat. Ia memperhatikan masalah ini dari sudut pandang seorang protestan, ini mungkin merupakan pengaruh dari ayahnya yang adalah seorang pendeta. Parsons dalam hal ini mengambil ide dasar bahwa aksi manusia tidak bisa dipahami secara ilmiah tanpa dibantu dengan analisis nilai. Ada dua pertanyaan yang mempengaruhinya dalam sudut pandang ini. Pertama adalah “Apa saja yang sudah dikontribusikan oleh budaya kristiani terhadap evolusi peradaban Eropa?” dan yang kedua adalah “sampai sejauh mana nilai-nilai kristiani berkurang dengan adanya dominasi pertumbuhan instansi-instansi kapitalis sejak akhir abad keenam belas?” Bagi Parsons, nilai-nilai kristiani telah secara fundamental membentuk peradaban kapitalis barat melalui penekanannya terhadap tanggung jawab individual, perenungan/pertapaan, rasionalisme, dan pemisahannya antara kerohanian dan politik. 

Hal kedua adalah ketertarikan Parsons pada ilmu kedokteran. Ketertarikannya pada dunia kedokteran yang membuatnya mempelajari biologi dan filosofi, walaupun akhirnya dipisahkan oleh dunia sosiologi, tetap bertahan dan memengaruhi beberapa aspek dari ide-idenya tentang sosiologi. Sebagai contoh, profesi kedokteran merupakan isu utama yang dibahas dalam The Social System yang menjelaskan nilai-nilai kedokteran merepresentasikan ilustrasi dari kegiatan sosial yang tidak didominasi oleh kebermanfaatan pribadi. Seorang profesional diharapkan lebih mementingkan kebutuhan orang banyak, berorientasi pada pelayanan masyarakat umum dan bukan pada pemasaran jangka pendek. Parsons juga sangat dipengaruhi oleh teori-teori psikoanalitik, terutama oleh teori-teori dan teknik terapi yang diperkenalkan oleh Sigmund Freud. Parsons menggunakan ide freud untuk menjelaskan hubungan antara dokter dan pasien. 

Hal ketiga yang memengaruhi pemikiran Parsons adalah sifat-sifat ekonomi sebagai kajian ilmiah. Holton dan Turner mengatakan bahwa pentingnya sisi ekonomis dalam perkembangan teori sosial Parsons terabaikan untuk waktu yang sangat lama. Ketertarikan Parsons terhadap ilmu ekonomi pertama kali muncul di bawah pengaruh Walter Hamilton yang mengajar di Amherst, tapi perhatian intelektualnya baru benar-benar muncul saat ia berada di Jerman. Di sini Parsons menulis sebuah desertasi dengan konsep kapitalisme dalam literatur ilmu sosial Jerman. Desertasi ini kemudian Parsons 60 terbitkan menjadi dua artikel pendek. Dari sinilah kemudian muncul dasardasar pemikiran sosial ekonomi Parsons, tak hanya seperti kritiknya tentang gagasan manfaat ekonomi di The Structure of Social Action, tapi juga dalam terjemahannya atas karya-karya Weber dan dalam banyak makalah ilmiah tentang gagasan dan teori-teori ekonomi. Artikel ini bertujuan untuk merumuskan gagasan-gagasan Talcott Parsons, utamanya dalam bidang sosiologi dan dikenal sebagai teori fungsionalisme struktural, serta kemudian memformulasikannya sebagai landasan teori dalam penelitian sastra. Dengan demikian, rumusan masalah dalam penelitian ini dapat ditentukan sebagai berikut: (1) Bagaimana formulasi teori fungsionalisme struktural menurut Talcott Parsons? 

2. PEMBAHASAN 

Pokok-pokok pikiran Talcott Parsons dikenal dengan teori fungsionalisme struktural. Pendekatan ini memandang masyarakat sebagai suatu sistem yang terintegrasi secara fungsional ke dalam suatu bentuk ekuilibrium. Pendekatan fungsionalisme struktural ini timbul lewat cara pandang yang menyamakan masyarakat dengan organisme biologis. Pandangan ini merupakan pengaruh dari pandangan Herbert Spencer dan Auguste Comte yang menjelaskan bahwa adanya saling ketergantungan dan keterkaitan antara satu organ tubuh dengan organ tubuh kita yang lain, dan ini dianggap sama dengan kondisi masyarakat. Berikut ini penjelasan mengenai penyamaan antara dua hal tersebut (organisme biologis dan masyarakat) menurut sudut pandang ini.

 • Masyarakat itu tumbuh dan berkembang dari masyarakat yang sederhana menuju masyarakat yang kompleks

. • Pertumbuhan dan perkembangan masyarakat berjalan secara perlahan atau evolusioner.

 • Walaupun institusi sosial bertambah banyak, hubungan antara satu dengan yang lainnya tetap dipertahankan karena semua institusi itu berkembang dari institusi yang sama. 

• Sama seperti organisme biologi, bagian-bagian dalam organisme sosial itu memiliki sistemnya sendiri (subsistem) yang dalam beberapa hal tertentu dia berdiri sendiri. 


Keempat poin inilah yang diasumsikan sebagai latar belakang munculnya fungsionalisme struktural yang sangat berpengaruh dalam sosiologi Amerika, dan tentunya juga sangat memengaruhi pemikiran-pemikiran Talcott Parsons. Selanjutnya asumsiasumsi tersebut dikembangkan lagi oleh Parsons menjadi sebagai berikut.

 • Masyarakat haruslah dilihat sebagai suatu sistem dari bagianbagian yang saling berhubungan satu sama lain

. • Dengan demikian hubungan pengaruh-mempengaruhi di antara bagian-bagian tersebut bersifat timbal balik.

 • Sekalipun integrasi sosial tidak pernah dapat dicapai dengan sempurna, namun secara fundamental sistem sosial selalu cenderung bergerak ke arah ekuilibrium yang bersifat dinamis. 

• Sistem sosial senantiasa berproses ke arah integrasi sekalipun terjadi ketegangan, disfungsi, dan penyimpangan. 

• Perubahan-perubahan dalam sistem sosial, terjadi secara gradual melalui penyesuaianpenyesuaian dan tidak terjadi secara revolusioner

. • Faktor paling penting yang memiliki integrasi suatu sistem sosial adalah konsensus atau mufakat di antara para anggota masyarakat mengenai nilai-nilai kemasyarakatan tertentu. 

Parsons menilai bahwa sebenarnya masyarakat membentuk sebuah sistem dan demi sebuah keberlanjutan sistem itu sendiri, sistem tersebut haruslah memenuhi persyaratanpersyaratan sebagai berikut ini. 

• Sistem harus terstruktur agar bisa menjaga keberlangsungan hidupnya dan juga harus mampu harmonis dengan sistem lain. 

• Sistem harus mendapat dukungan dari sistem lain. 

• Sistem harus mampu mengakomodasi para aktornya secara proporsional. 

• Sistem harus mampu melahirkan partisipasi yang memadai dari para aktornya. 

• Sistem harus mampu mengendalikan perilaku yang berpotensi mengganggu. 

• Bila terjadi konflik yang menimbulkan kekacauan harus segera dapat dikendalikan. 

• Sistem harus memiliki bahasa aktor dan sistem sosial. 62 Lebih lanjut dijelaskan bahwa sistem tindakan itu terbagi-bagi lagi jenisnya menjadi sebagai berikut. 

• Sistem biologis, yaitu kesatuan yang paling dasar dalam artian biologis, yakni aspek fisik dari manusia itu. Hal lain yang termasuk dalam aspek fisik ini adalah lingkungan fisik di manapun manusia itu hidup. 

• Sistem kepribadian, kesatuan paling dasar dari unit ini adalah individu yang merupakan aktor atau pelaku. Pusat perhatian dalam analisis ini adalah kebutuhan-kebutuhan, motifmotif, dan sikap-sikap, seperti motivasi untuk mendapatkan kepuasan. Sistem kepribadian dikontrol oleh sistem sosial dan sistem kultural/budaya, namun bukan berarti sistem kepribadian ini tidak mempunyai kebebasan sama sekali karena kepribadian tersebut juga adalah independen melalui hubungannya dengan organisme dirinya sendiri atau melalui pengalaman-pengalaman hidupnya yang unik. 

Seperti yang telah diungkapkan bahwa komponen dasar dari kepribadian adalah disposisi kebutuhan. Disposisi kebutuhan memaksa aktor menerima atau menolak objek yang tersedia dalam lingkungan atau mencari objek baru bila objek yang ada tidak bisa memenuhi kepuasan disposisi kebutuhannya. Dalam hal ini Parsons membedakan beberapa tipe dasar disposisi kebutuhan sebagai berikut. 

• Memaksa aktor mencari cinta, persetujuan, dan sebagainya dari hubungan sosial mereka. 

• Meliputi internalisasi nilai yang menyebabkan aktor mengamati berbagai standar kultural. 

• Adanya peran yang diharapkan yang menyebabkan aktor memberikan dan menerima respons yang tepat. 

Citra pasif seperti yang tertera pada tipe-tipe yang telah diterangkan tersebut membuat Parsons menyadari bahwa perlunya memberikan tambahan karena dalam sebuah teori terpadu sistem kepribadian yang pasif merupakan sebuah mata rantai teori yang lemah. Oleh karena itu Parsons menambahkan kreativitas tertentu dalam kepribadian bahwa kepribadian tidak semata-mata hasil internalisasi kultur, tetapi saat melakukan internalisasi struktur tersebut ia juga melakukan modifikasi kreatif. 63 

a. Sistem sosial, adalah interaksi antara dua individu atau lebih dalam satu lingkungan tertentu, tapi interaksi itu tidak terbatas antara individu-individu saja melainkan juga mencakup interaksi antara kelompok dengan kelompok, intansi dengan instansi, dan organisasiorganisasi. Sistem sosial selalu terarah pada ekuilibrium atau keseimbangan dan terbentuknya ekuilibrium itu bukanlah secara kebetulan melainkan atas konsensus, penilaian umum masyarakat. Hal yang paling penting dalam penilian itu adalah norma-norma sosial yang kemudian membentuk struktur sosial. Penjelasan tersebut mengungkapkan bahwa di dalam sistem sosial ini, terdapat beberapa batasan. Batasanbatasan tersebut yaitu: 

• Sistem sosial merupakan jaringan hubungan-hubungan antaraktor atau jaringan hubungan interaktif. 

• Sistem sosial menyediakan kerangka konseptual untuk menghubungkan tindakan individu dalam situasi yang bervariasi. 

• Pandangan aktor tentang alat dan tujuan didapat pada situasi dan dibentuk oleh kepercayaan dan norma. 

• Aktor tidak menghadapi situasi sebagai individu, tetapi sebagai posisi dalam peran sosial yang menyediakan perilaku yang sesuai dan juga berhubungan dengan peran-peran sosial yang lainnya. 

Dalam sistem sosial ini Parsons menekankan pentingnya peran aktor. Akan tetapi ia melihatnya sebagai kenyataan fungsional dan bukan sebagai kenyataan struuktural karena aktor merupakan pengemban dari fungsi peran yang adalah bagian dari sistem. Oleh karena itu harus ada integrasi pola nilai dalam sistem antara aktor dengan struktur sosialnya. Ini dapat terjadi hanya melalui cara internalisasi dan sosialisasi. Di sini terdapat pengalihan norma dan nilai sistem sosial pada aktor dalam sistem sosial. Dalam proses sosialisasi yang berhasil, norma dan nilai itu diinternalisasikan atau menjadi bagian dari kesadaran aktor. Sebagai hasilnya, aktor dalam mengejar kepentingannya, aktor harus mengabdikan diri pada  kepentingan sistem sebagai suatu kesatuan. 

Proses sosialisasi tak hanya mengjarkan seseorang untuk bertindak, tapi juga mempelajari norma dan nilai dalam masyarakat. 

Sosialisasi merupakan sebuah proses yang konservatif, disposisi kebutuhan sebagian besar dibentuk masyarakat mengikatkan anak-anak pada sistem sosial, dan sosialisasi itu menyediakan alat untuk memenuhi keterpuasan disposisi kebutuhan tersebut. Singkatnya hampir tak ada kreativitas dalam proses sosialisasi ini. Sosialisasi merupakan proses seumur hidup dan norma serta nilai yang ditanamkan cenderung bersifat umum sehingga tidak bisa digunakan anak-anak ketika menghadapi berbagai situasi yang khusus saat mereka dewasa nanti. Karena itulah proses sosialisasi perlu dilengkapi serangkaian pengalaman sosialisasi yang bersifat spesifik. 

Meski terdapat sosialisasi, namun tetap ada sejumlah besar perbedaan individual di dalam sistem. Tapi perbedaan individual tersebut tidak menjadi masalah bagi sistem sosial walaupun sebenarnya sistem sosial memerlukan sebuah keteraturan. Beberapa hal yang bisa menjelaskan fenomena ini adalah sebagai berikut. 

• Sejumlah mekanisme pengendalian sosial dapat digunakan untuk mendorong ke arah penyesuaian. Tapi menurut Parsons pengendalian sosial adalah pertahanan lapis kedua. Sebuah sistem berjalan dengan baik jika pengendalian sosial hanya digunakan dengan hemat. 

• Sistem sosial harus mampu menghormati perbedaan atau bahkan penyimpangan tertentu. Sistem sosial yang lentur lebih kuat dibandingkan dengan sistem sosial yang kaku, yang tidak dapat menerima penyimpangan. 

• Sistem sosial harus menyediakan berbagai jenis peluang untuk berperan yang memungkinkan berbagai macam kepribadian yang berbeda untuk mengungkapkan diri mereka sendiri tanpa mengancam integritas sistem. 

Dengan demikian jelaslah bahwa sosialisasi dan kontrol sosial merupakan mekanisme utama yang memungkinkan sistem sosial mempertahankan keseimbangannya. Individualitas dan penyimpangan diakomodasi, tapi bentuk-bentuk yang ekstrem harus ditangani dengan mekanisme penyeimbangan 65 ulang. Semakin jelas juga bahwa Parsons melihat sistem sebagai sebuah kesatuan dari pada aktor di dalam sistem, maksudnya sistemlah yang mengatur aktor dan bukan sebaliknya. 

b. Sistem budaya/kultural, yang ada di dalam sistem ini adalah unit analisis kepercayaan agama, bahasa, dan lain-lain. Sistem kultural merupakan kekuatan utama yang mengikat berbagai unsur dunia sosial. 

Kultur adalah kekuatan yang mengikat sistem tindakan, menengahi interaksi antaraktor, mengintegrasikan kepribadian, dan menyatukan sistem sosial. Kultur mempunyai kapasistas khusus untuk menjadi komponen sistem yang lain. Kultur adalah sistem simbol yang terpola yang menjadi sasaran orientasi para aktor dalam rangka penginternalisasian aspek-aspek kepribadian dan pola-pola yang sudah terlembagakan dalam sistem sosial. Kultur bersifat subjektif dan simbolik. Oleh karena itu kultur mudah ditukarkan dan dipindahkan dair satu sistem sosial ke sistem sosial yang lain melalui penyebaran (difusi), atau dari satu kepribadian ke kepribadian yang lain melalui proses belajar dan sosialisasi. Sifat simbolisme kultur menempatkan kultur pada posisi mengendalikan sistem tindakan yang lain. 

Dalam kaitannya dengan AGIL yang akan dijelaskan di bagian berikutnya, keempat sistem ini mempunyai fungsi masing-masing sebagaimana yang dijelaskan berikut ini. 

• Sistem biologis berhubungan dengan fungsi adaptasi yaitu menyesuaikan diri dengan lingkungan dan mengubah lingkungan sesuai dengan kebutuhan. 

• Sistem kepribadian berhubungan dengan fungsi pencapaian tujuan dan menggerakkan seluruh sumber daya untuk mencapai tujuan-tujuan itu. 

• Sistem sosial berhubungan dengan fungsi integrasi dengan mengontrol komponenkomponen pembentuk masyarakat itu. 

• Sistem kebudayaan berhubungan dengan fungsi pemeliharaan polapola atau struktur-struktur yang ada dengan menyiapkan normanorma dan nilai-nilai yang memotivasi mereka berbuat sesuatu. 


Semua tindakan-tindakan tersebut membentuk sebuah skema yang disebut 66 sebagai skema tindakan. Adapun komponen-komponen pembentuk skema tindakan adalah sebagai berikut. 

• Pelaku atau aktor, dapat terdiri atas individu ataupun kolektif. Dalam pandangannya, Parsons menganggap aktor-aktor ini termotivasi untuk mendapatkan tujuan. 

• Tujuan atau goal, tujuan yang ingin dicapai biasanya selaras dengan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat. 

• Situasi, tindakan untuk mencapai tujuan ini biasanya terjadi dalam situasi. Hal-hal yang termasuk dalam situasi ini adalah prasarana dan kondisi. 

• Standar-standar normatif, ini adalah skema tindakan yang paling penting menurut Parsons. Guna mencapai tujuan, aktor harus memenuhi sejumlah standar atau aturan yang berlaku. 

Parsons juga mengembangkan konsep-konsep imperatif fungsional yang bertujuan agar sistem bisa bertahan. Imperatif-imperatif tersebut biasa dikenal sebagai AGIL yang merupakan singkatan dari Adaptation, Goal attainment, Integration, dan Latency. 

a. Adaptation Ini merupakan kemampuan masyarakat untuk berinteraksi dengan lingkungan yang ada dan alam sekitarnya. Hal ini mencakup segala hal seperti mengumpulkan sumber-sumber kehidupan dan komoditas dan redistribusi sosial. 

b. Goal attainment Imperatif kedua ini merupakan kecakapan untuk mengatur dan menyusun tujuan-tujuan masa depan dan membuat keputusan yang sesuai dengan tujuan tersebut. Pemecahan permasalahan politik dan sasaran sosial adalah bagian dari kebutuhan ini. 

c. Integration Adalah harmonisasi keseluruhan anggota sistem sosial setelah sebuah general agreement mengenai nilai-nilai atau norma-norma pada masyarakat telah ditetapkan. Di sinilah peran nilai tersebut sebagai pengintegrasi sebuah sistem sosial. 

d. Latency Merupakan pemeliharaan pola, dalam hal ini nilai-nilai kemasyarakatan tertentu seperti budaya, bahasa, norma, aturan, dan sebagainya. 

Dari penjelasan tersebut terlihat bahwa Parsons menekankan pada hirarki yang jelas mulai dari tingkat yang paling rendah hingga tingkat yang paling tinggi. 67 Lalu pada tingkat integrasi menurut Parsons terjadi dengan dua cara. Cara pertama adalah masing-masing tingkat yang lebih rendah menyediakan kondisi atau kekuatan yang diperlukan untuk tingkatan yang lebih tinggi. Cara kedua adalah tingkatan yang lebih tinggi mengendalikan segala sesuatu yang ada di tingkah yang lebih rendah. 

Fungsionalisme struktural yang dibangun Parsons dan dikembangkan oleh sosiolog-sosiolog Eropa ini membuat teori ini bersifat empiris, positivistis, dan ideal. Ada asumsi bahwa tindakan manusia itu bersifat sukarela atau voluntaristik. Maksudnya adalah tindakan-tindakan tersebut didasarkan pada dorongan kemauan, dengan mengindahkan nilai, ide, dan norma yang telah disepakati sebelumnya secara bersama-sama. Tindakan individu manusia memiliki kebebasan untuk memilih alat atau sasrana yang dibutuhkan dan tujuan yang akan dicapai itu dipengaruhi oleh lingkungan atau kondisi-kondisi, dan apa yang dipilih tersebut dikendalikan oleh nilai dan norma. 

Selain itu, Parsons menilai bahwa tindakan itu terjadi pada suatu kondisi yang unsurnya sudah pasti, sedangkan unsur-unsur lainnya digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Dengan kata lain, tindakan diasumsikan sebagai kenyataan sosial terkecil dan mendasar yang unsur-unsurnya berupa alat, tujuan, situasi, dan norma. Dalam tindakan, individu pelaku dengan alat yang ada akan mencapai tujuan dengan berbagai macam cara, dan individu itu sendiri dipengaruhi oleh kondisi yang dapat membantunya memilih tujuan dengan bimbingan nilai dan ide serta norma. Perlu disadari juga bahwa tindakan individu itu juga ditentukan oleh orientasi subjektifnya yang berupa orientasi motivasional dan orientasi nilai. Orientasi motivasi sendiri dibagi lagi menjadi tiga, yaitu: 

a. Kognitif: merujuk pada definisi seorang aktor tentang suatu situasi dalam terminologi kepentingannya yang didorong oleh apa yang diketahui oleh objek. 

b. Katektik: pengujian seorang aktor untuk kepuasannya yang sering kali merupakan tanggapan atas objek. 

c. Evaluatif: merujuk pada pilihan sang aktor dan tatanan dari alternatifnya yang dilakukan dengan cara di mana objek dinilai 68 dan diurutkan satu sama lain agar saling menyerang. 

Peter Hamilton kemudian berupaya untuk memudahkan dalam memahami teori-teori Parsons dengan membagi-baginya menjadi tiga fase sebagai berikut. 

1. Fase permulaan. Fase ini berisi tahap-tahap perkembangan berdasarkan teori voluntarisik (kemauan) dari tindakan sosial dibandingkan dengan pandangan sosiologi yang positivistik, utilitarian/kebermanfaatan, dan reduksionis. 

2. Fase kedua. Fase ini berisi gerakan untuk membebaskan diri dari kekangan teori tindakan sosial yang mengambil arah fungsionalisme struktural ke dalam pengembangan teori tindakan kebutuhan yang sangat penting. 

3. Fase ketiga. Fase ini terutama mengenai sibernetik (eloktronik pengendali) dari sistem-sistem sosial dan kesibukannya dalam menjelaskan dan mendefinisikan perubahan sosial. 

Dari ketiga fase tersebut, Parsons telah melakukan tugas penting yaitu mencoba untuk mendapatkan suatu penerapan dari sebuah konsep yang memadai atas hubungan-hubungan antara teori sosiologi dan ekonomi. Ia juga mencari kesimpulan-kesimpulan metodologis dan epistemologis dari apa yang dinamakan sebagai konsep teoretis dalam ilmua sosial. Ia mencari basis-basis teoretis dan metodologis dari gagasan tindakan sosial dalam pemikiran sosial. 


3. SIMPULAN 

Parsons dan pengikutnya telah berhasil membawa pendekatan fungsionalisme struktural ke tingkat perkembangannya yang sangat berpengaruh di dalam pertumbuhan teoriteori sosiologi hingga saat ini, namun pendekatan ini juga ternyata telah mengundang banyak perdebatan. David Lockwood memaparkan bahwa pandangan pendekatan ini terlalu normatif, karena menganggap bahwa masyarakat akan selalu berada pada situasi harmoni, stabil, seimbang, dan mapan. Ini terjadi karena analogi dari masyarakat dan tubuh manusia yang dilakukan oleh Parsons bisa diilustrasikan bahwa tidak mungkin terjadi konflik antara tangan kanan dengan tangan kiri. Demikian pula tidak mungkin terjadi ada satu tubuh manusia yang membunuh dirinya sendiri dengan sengaja. Demikian 69 pula karakter yang terdapat dalam masyarakat. Suatu sistem sosial, lembaga masyarakat misalnya, akan selalu terkait secara harmonis, berusaha menghindari konflik, dan tidka mungkin akan menghancurkan keberadaannya sendiri. 

----------------------------

DAFTAR PUSTAKA Parsons, Talcott. 1937. The Structure of Social Action. New York, N.Y.: McGraw-Hill Book Company. _______. 1951. The Social System. London: Routledge.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama