Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia hal 871, kata “sampah” berarti ; 1. barang atau benda yang dibuang karena
tidak terpakai lagi dsb.kotoran seperti daun, kertas. Selain itu kata sampah memiliki arti kiasan
yang berarti hina.
Dalam
kontek barang atau benda yang dibuang
karena tidak terpakai lagi, sampah harus diperlakukan secara benar agar
tidak berdampak negative bagi kehidupan kita.
Dalam
kehidupan sehari-hari, setiap orang atau keluarga selalu memproduksi sampah, baik
sampah organic maupun sampah non organic, sehingga dalam menata hidup pribadi,
keluarga maupun kelompok harus menempatkan posisi sampah dengan benar dan penuh
kesiapan, dimana sampah harus ditempatkan dan bagaimana sampah diperlakukan. Sikap
seperti ini setidaknya menggambarkan bahwa kita adalah makhluk yang memiliki
peradaban.
Saat ini hampir semua orang menggunakan produk pabrikan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, makanan, minuman, pakaian dan alat lainnya, sehingga dipastikan setiap orang pula akan selalu memproduksi sampah benda atau barang pabrikan dan sudah dipastikan memiliki muatan zat kimiawi. Sampah barang-barang ini kita kenal dengan istilah sampah non organic. Khusus sampah-sampah plastic nampaknya menjadi sampah paling dominan, dan kita tahu bahwa plastic merupakan zat yang tidak mudah larut, baik di air maupun di tanah, dalam puluhan tahun bahkan ratusan tahun, sehingga perlu perlakuan yang terencana dan efektiv.
Bagaimana kita memperlakukan sampah ?
Kabupaten
Karawang sudah memiliki Peraturan Daerah (Perda) tentang Pengelolaan Sampah,
yaitu Perda Nomor 9 Tahun 2017. Fasal 10
menyebutkan ; (4) Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah
Rumah Tangga wajib dilakukan dalam skala rukun tetangga, rukun warga, desa,
kelurahan,dan/atau kecamatan dengan pembinaan teknis dari Perangkat Daerah yang
membidangi lingkungan hidup dan kebersihan. (5) Setiap fasilitas umum,
fasilitas sosial, perkantoran, perusahaan, pusat perbelanjaan dan rumah tangga
wajib menyediakan Tempat Sampah dan/atau TPS.
Dari ayat
tersebut bisa diterjemahkan untuk aplikatifnya, bahwa pengelolaan sampah
keluarga mesti di tangani dan dikelola secara hirarkis oleh ; keluarga, RT/RW , Pemerintah Desa/Kelurahan
dan Kecamatan. Artinya fihak-fihak yang disebut tadi memiliki kewajiban membuat
regulasi disertai dengan sangsi bagi pelanggar. Penulis punya harapan sebaiknya
bukan hanya sangsi tapi juga penghargaan bagi yang melaksanakannya dengan baik. Reward dan punishment.
Bila ini dilaksanakan maka akan
terhindar dari penumpukan sampah di tempat-tempat yang bukan seharusnya,
Seperti yang dikeluhkan seorang petani di Karawang yang mengeluhkan sawahnya
dibanjiri sampah non organic yang terbawa arus air irigasi, karena banyak orang
membuang sampah ke irigasi, dengan sadar dan tidak merasa salah. Celakanya
pembuangan sampah seperti itu seakan dibiarka oleh pemangku kebijakan
sebagaimana Perda di atas.